Pertemuan singkat dengan Haji Samsudin Hatta di kantor lapangnya di Mamuju, menjadi sebuah diskusi reflektif yang luarbiasa. Meski dia seorang anggota DPRD ia tidak menampilkan sosok seorang penjaja barang kelontong, yang berbeda antara bumi dan langit antara janji di mulut dengan kualitas barang yang sesungguhnya. Ia juga tidak memamerkan sosok yang punya akses ke kekuasaan. “Saya ya tetap seorang petani. Masuk politik tentunya punya pamrih; membuka akses ke pengambilan keputusan supaya kawan-kawan petani kakao lain dapat diperbaiki kualitas hidupnya,” Ujarnya merendah. Lelaki pertengahan 40an ini secara sederhana bicara soal perubahan pada skala yang terkelola. Meski bicara tentang cita-cita yang melangit laki-laki itu tidak memamerkan ambisi dan retorika kosong; ia memberi tauladan singkat pentingnya memiliki kepekaan kelima indera menghadapi perubahan.