Skip to main content

Di Atas Kereta Api dari Surakarta ke Surabaya

Petualangan semasa bujangan dibandingkan dengan saat ini, ayah dari dua perjaka, punya makna berbeda. Entah bagaimana kuat sekali usaha agar petualangan masa bujangan yang penuh derita tidak terulang pada kedua perjaka saya. Yang saya bagi hanya kenangan verbal dan visual lewat napak-tilas tempat-tempat yang pernah saya kunjungi dahulu. Teori tentang peak experience-nya Colin Mortlock yang saya anut tidak berlaku ketika berurusan dengan anak sendiri.

DSC_0040

Istri saya mengeluh kenapa saya begitu memanjakan anak-anak, yang sesungguhnya sudah bukan lagi anak-anak, dengan memilih moda perjalanan yang 'nyaman.' Seperti saya ungkapkan sebelumnya, entah kenapa saya tidak rela anak-anak saya mengulangi derita yang pernah saya (dan juga istri saya) alami. Menurut istri saya, mereka butuh mengalami perjalanan dengan segala keterbatasan agar punya beragam rujukan siasat-siasat hidup. Saya tidak membantah kebenaran pendapatnya. Namun, sekali lagi, entah kenapa, saya tidak rela....

"Ah Papa saja yang nggak mau mengulangi masa-masa susah dulu," Ucapan si bungsu seperti menampar saya. Siapa sesungguhnya yang tidak ingin mengalaminya? Jangan-jangan ia benar, justru saya sendiri yang tidak ingin mengulangi pengalaman itu dengan bersembunyi di balik anak-anak, yang secara fisik dan mental tidak lagi dapat disebut anak-anak....

Comments

Popular posts from this blog

Seandainya...

Seandainya kita bisa memilih siapa orang-orang yang kita kenal untuk terus bersepakat, seiya sekata sepanjang masa, mungkin kehidupan di planet ini begitu kering. Meski mereka adalah orang terdekat sekalipun, kenyataannya kita tidak bisa mengendalikan mereka. Berbeda adalah keniscayaan.

Malu, Kemaluan, Kemakluman

Orang selalu berubah. Berubah secara fisik dan mental. Orang mati pun berubah, apa pun perlakuan terhadap jasadnya. Dikremasi jadi abu. Dikbubur, maka jasad akan didekomposisi oleh bakteri-bakteri tanah. Tetapi perubahan seperti apa yang membuat kita jengkel? Bagi saya yang menjengkelkan adalah perubahan sikap dan pandangan seseorang dari sesuatu yang terlihat baik menjadi hal yang tidak baik, dengan mengabaikan kepantasan, rasa malu, kemudian berharap khalayak memakluminya.

Citra, Cerita, Pencitraan

Ketika batas antara tampil dan kerja semakin tipis, baru disadari bahwa kehidupan sehari-hari di masa mutakhir ini semakin jelas sosoknya sebagai panggung pertunjukan sandiwara, ketoprakan , wayang, ludrukan , lelakon , drama, apa pun namanya. Setiap orang adalah pemeran utama, dengan orang-orang sekitar sebagai peran pendukung dan peran pembantu, tergantung bagaimana persepsi citra dan alur cerita yang diinginkan si pelaku utama. Siapa gerangan penontonnya? Siapa pun bisa dipersepsikan sebagai penonton. Revolusi teknologi digital yang memungkinkan penyebaran informasi dan komunikasi berlangsung super efisien menjadi ajang pesatnya media sosial, yang membuat setiap orang menjadi pesohor pada skalanya masing-masing. Bekerja pun bisa dimotivasi oleh persepsi tampil , vice versa .