Petualangan semasa bujangan dibandingkan dengan saat ini, ayah dari dua perjaka, punya makna berbeda. Entah bagaimana kuat sekali usaha agar petualangan masa bujangan yang penuh derita tidak terulang pada kedua perjaka saya. Yang saya bagi hanya kenangan verbal dan visual lewat napak-tilas tempat-tempat yang pernah saya kunjungi dahulu. Teori tentang peak experience-nya Colin Mortlock yang saya anut tidak berlaku ketika berurusan dengan anak sendiri.
Istri saya mengeluh kenapa saya begitu memanjakan anak-anak, yang sesungguhnya sudah bukan lagi anak-anak, dengan memilih moda perjalanan yang 'nyaman.' Seperti saya ungkapkan sebelumnya, entah kenapa saya tidak rela anak-anak saya mengulangi derita yang pernah saya (dan juga istri saya) alami. Menurut istri saya, mereka butuh mengalami perjalanan dengan segala keterbatasan agar punya beragam rujukan siasat-siasat hidup. Saya tidak membantah kebenaran pendapatnya. Namun, sekali lagi, entah kenapa, saya tidak rela....
"Ah Papa saja yang nggak mau mengulangi masa-masa susah dulu," Ucapan si bungsu seperti menampar saya. Siapa sesungguhnya yang tidak ingin mengalaminya? Jangan-jangan ia benar, justru saya sendiri yang tidak ingin mengulangi pengalaman itu dengan bersembunyi di balik anak-anak, yang secara fisik dan mental tidak lagi dapat disebut anak-anak....
Comments
Post a Comment